|
Analisis Unsur Ekstrinsik Sastra(puisi) Daerah Lampung Paradinei
Disusun Oleh :
Nama : Rizka Permata Sari
NIM : 06021181320002
Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Puisi adalah bentuk karya sastra
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun
dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur
fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata
konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi.
Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur
itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan
sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya.
Dibandingkan dengan bentuk karya
sastra yang lain, bahasa puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih banyak
memiliki kemungkinan makna. Masing-masing kajian sastra tersebut memiliki
unsur-unsur pembangun baik itu unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Dalam
hal ini, sebuah karya sastra tidak mungkin tumbuh otonom, artinya selalu
berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor
kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra,
serta kejiwaan mereka seperti filsafat, psikologi, religi, gagasan, pendapat,
sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia
Berdasarkan fungsinya, puisi Lampung
dapat dibedakan atas lima jenis:
1. paradinei/paghadini/tetangguh
2. pepaccur/pepaccogh/wawancan
3. pattun/segata/adi-adi
4. bebandung
5. ringget/pisaan/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahi-wang
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam penulisan makalah
ini adalah :
- apakah yang dimaksud dengan Paradinei?
- Bagaimanakah contoh paradinei?
- Apa unsur-unsur ekstrinsik dalam sebuah puisi Lampung Paradinei?
- Bagaimanakah hubungan unsur ekstrinsik tersebut dalam puisi Lampung Paradinei?
Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui pengertian puisi Lampung Paradinei, unsur-unsur ekstrinsik
puisi berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dibahas, dan analisis hubungan
ekstrinsik dengan puisi Lampung Paradinei.
BAB II
LANDASAN TEORI
Unsur-unsur Ekstrinsik Puisi
Unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra
dari luar sastra itu sendiri. Suatu hal yang wajib jika dalam karya sastra
terdapat unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra. Hal tersebut
disebabkan unsur -unsur ekstrinsik itulah yang menyebabkan karya sastra tidak
mungkin terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang
makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.
- Menurut Fananie
Fananie (dikutip Subrata, 2001:77) mengungkapkan bahwa unsur
ekstrinsik adalah segala unsur luar yang melatarbelakangi penciptaan karya
sastra. Ia merupakan milik subjektif pengarang yang dapatberupa kondisi sosial,
motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang.
Faktor-faktor ekstrinsik itu dapat meliputi:
- Tradisi dan nilai-nilai.
- Struktur kehidupan sosial.
- Keyakinan dan pandangan hidup.
- Suasana politik.
- Lingkungan hidup.
- Agama, dan sebagainya.
Menurut Nyoman Thusthi Eddy
Nyoman Thusthi Eddy (1991: 69) menyatakan faktor-faktor
seperti:
- sejarah,
- sosiologi,
- psikologi,
- politik, ekonomi, dan _lain-lain.
- Menurut Wellek & Warren
Sejalan dengan dua pendapat di atas, Wellek & Warren
(dalam Waluyo, 1994:64) menyatakan:
- biografi pengarang,
- psikologi (proses kreatif),
- sosiologis (kemasyarakatan)sosial budaya masyarakat, seperti:
- Aspek-aspek seperti profesi/ institusi, problem hubungan sosial, adat-istiadat, dan antarhubungan masyarakat.
- Hubungan historis.
- Hubungan sastra dengan faktor sosial, yakni menganggap sastra sebagai dokumen sosial.
- Filosofis (aliran filsafat pengarang) termasuk pada struktur ekstrinsik karya sastra.
Menurut Aminuddin
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, di bawah ini terdapat
penjelasan dari Aminuddin (2000:184) mengenai unsur ekstrinsik yang mencakup
keseluruhan dari pendapat di atas, yaitu:
- Peristiwa Kesejarahan
Dalam mengapresiasikan sebuah puisi, peristiwa kesejarahan
membahas mengenai:
- Peristiwa yang melatarbelakangi terwujudnya karya sastra puisi dapat mengambil gagasan atau pokok pikiran tentang masalah kehidupan suatu negara, suatu bangsa, dan masalah politik pada suatu masa tertentu.
- Memahami perkembangan karya sastra suatu zaman.
- Kehidupan Pengarang
Pembicaraan mengenai biografi pengarang sebenarnya bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan apresiasi terhadap karya sastra. Selain itu,
pengenalan terhadap pengarang berperan dalam memperlancar upaya pemahaman
gagasan yang terdapat dalam puisi yang diciptakannya.
- Aliran yang Dianuti
Masing-masing zaman kelahiran puisi akan mempengaruhi
penciptaan puisi. misalnya, puisi-puisi dari sastrawan Angkatan Pujangga Baru
umumnya dikenal impresionalistis karena puisi yang diciptakan merupakan
cermin atau potret dari objek penciptaan. Selain itu, Angkatan Pujangga Baru
juga dikenal bersifat romantik. Mereka lebih mengutamakan kedalaman
rasa.
- Konvensi yang Melatari
Pandangan dari sastrawan-sastrawan bahwa puisi harus mampu
berkomunikasi dengan pembacanya. Puisi tidak hanya dapat dinikmati oleh
penyairnya saja, tetapi juga oleh penikmat sastra yang membacanya. Pandangan
tersebut berpengaruh dalam kreasi yang melatarbelakangi penciptaan sebuah
puisi.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 pengertian Paradinei
Istilah
paradinei dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di
lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah paghadini
(di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan
istilah tetangguh). Puisi jenis ini digunakan dalam upacara penyambutan
tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.
Pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat, sebelum rombongan tamu (yang terdiri atas arak-arakan) menginjakkan kaki di kediaman tuan rumah, mereka dihadang oleh pihak tuan rumah (yang terdiri atas arak-arakan pula). Acara penghadangan itu dikenal dengan istilah nebak appeng (dialek O) atau nebak appong (dialek A) yang bermakna 'menutup gapura'. Dalam acara penghadangan itu digunakanlah sastra lisan jenis paradinei sebagai media untuk berkomunikasi.
Paradinei terdiri atas sejumlah bait yang bersajak. Akan tetapi, jumlah baris pada setiap bait tidak harus sama. Jumlah baris pada setiap bait paradinei sama dengan jumlah baris suatu paragraf pada karangan berbentuk prosa (yang tidak harus sama). Perbedaannya, kalimat dalam paradinei terikat dua-dua (seperti ikatan kalimat dalam pantun), sedangkan dalam karangan berbentuk prosa tidak demikian.
Paradinei diucapkan oleh jurubicara
masing-masing pihak, baik pihak tamu maupun pihak tuan rumah. Di kiri kanan
jurubicara terdapat dua orang laki-laki berpakaian adat yang dikenal dengan
istilah huleubalang 'hulubalang'. Secara umum, isi paradinei
berupa tanya jawab tentang maksud dan tujuan kedatangan (tamu).
Upacara nebak appeng/nebak appong 'menutup gapura'
ini mencerminkan bahwa masyarakat Lampung dalam bertindak (terutama yang
berpengaruh terhadap orang banyak) tidak gegabah. Sebelum bertindak, perlu
didengarkan dulu keterangan dari pihak yang bersangkutan.
Paradinei berfungsi sebagai media:
1. tanya jawab pada saat berlangsungnya
upacara penyambutan tamu secara adat
2. untuk melestarikan bahasa dan sastra
Lampung
3. untuk mendidik masyarakat Lampung
agar menghargai sastra daerah
2.2 PARADINEI
(dalam bahasa Lampung dialek O)
A. Ucapan jurubicara pihak tuan rumah
Penano cawono pun tabik ngalimpuro
Sikam 'jo keno kayun tian sai tuho rajo
Ki cawo salah susun maklum kurang biaso
Sikam nuppang betanyo jamo metei sangoiringan
Metei jo anjak kedo nyo maksud dan tujuan
Mak dapek lajeu di jo ki mak jelas lapahan
Sapo sai liyeu di jo mak dapek sembarangan
Tuho atau mudo mustei nutuk aturan
Adat perattei 'jak sako ghadeu pepigho zaman
Ijo appeng mergo tigeh di lawangkurei
Dijago balo-balo gagah serto banei
Sangun prajurit sako gagah serto sattei
Huleubalang sai sang kanan:
Pengiran Panglimo gagah serto sattei
Ngunut lawan mak masso di seluruh penjureu bumei
Lamun mak wawai caro nulei metei mak balik lagei
Huleubalang sai sang kirei:
Dalem Priyayei juragan balak nasseu
Temen mak dikan besei, anying di sebai io talleu
Banei lamun debingei dawah io kimbang tileu
Appeng epak limo tako bedameino mak tunai
Tetek pai appeng ijo appai gham beselesai
Penano pai pun bunyei tangguh sikam
tehadep metei ghuppek sangoiringan
B. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, pun, ya jugo pun, Puskam ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Nambek Puskam pun ...
Penano cawono pun
Sikam sangoiringan anjak anek Labuhanratu
Lapah bidang penyimbang lajeu di bidang sukeu
Lapahan rajo-rajo, meghanai, sebai, mulei
Ago wat sai direcako nutuk titei gemattei
Jeng lapah tuho mudo dihappak kaban kiayei
Temunjang anjak sessat berakkat sanak tuho
Ago hippun mufakat tehadep puaghei di jo
Ki dapek di lem sessat mangi tijjang recako
Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei
Gham pakai jamo-jamo mangi mak selisih atei
Akik jamo Belando lagei dapek bedamei
Ulah pasal appeng mergo tigeh di lawang kurei
Sikam kak sedio uno jahkidah sambuk metei
Sangun kak lakkah caro perattei anjak ghebei
Penanolah sehajo mangi metei ghuppek pandai
Mahap pun ngalimpuro katteu ngemik sai lalai
Sai tatteuno bahaso sikam jo kurang pandai
C. Jawaban jurubicara pihak tuan rumah
Lamun penanokidah gham mak dapek selisih
Ki penano kisah sikam ngucapken terimo kasih
Pasal dau belanjo sikam kak nerimo
Ino appeng mergo mak metei mubo di io
Sangun kak lakkah caro anjak zaman sai tuho
D. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya pun, ya jugo pun Puskam ....
Sikam permisei netek appeng ijo:
Betuah nikeu punduk netek appeng mergo
lajeu di appeng tiuh
Benahan setakko ngejuk, asal meso ghanglayo,
gham memalah mangi mak rusuh
Terjemahan
PARADINEI
A. Ucapan jurubicara pihak tuan rumah
Pertama-tama, kami memohon maaf
Kami mendapat perintah dari para sesepuh
Jika ada kata yang salah mohon dimaklumi
Kami numpang bertanya pada kalian serombongan
Kalian dari mana, apakah maksud dan tujuan
Tidak boleh lewat di sini jika tidak jelas tujuannya
Siapa pun yang lewat di sini tidak bisa sembarangan
Tua atau muda musti mengikuti aturan
Adat-istiadat sejak dahulu, telah beberapa zaman
Ini batas marga hingga gapura rumah
Dijaga hulubalang gagah serta berani
Perajurit terlatih turunan orang sakti
Hulubalang yang di kanan:
Pengiran Panglimo gagah serta sakti
Mencari lawan tidak dapat di seluruh penjuru bumi
Jika bermaksud tidak baik pasti kalian binasa
Hulubalang yang di kiri:
Dalem Priyayi juragan besar napsu
Ia orang kebal, tetapi pada perempuan ia takluk
Berani kalau malam (jika) siang ia pura-pura tuli
Pagar berlapis-lapis untuk berdamai tidaklah mudah
Potonglah dulu pembatas ini baru kita musyawarah
Hingga ini dulu kata sambutan kami
Terhadap kalian serombongan
B. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Berhadapan dengan Anda ....
Kami serombongan dari kampung Labuhanratu
Terdiri dari para pimpinan klan dan warga adat
Para bapak, ibu, bujang, dan gadis
Ada yang akan dibicarakan menurut adat istiadat kita
Itulah sebabnya kami datang ke sini disertai para kiayi
Berangkat dari balai adat, berangkat tua muda
Ada yang akan dimusyawarahkan dengan kerabat di sini
Andaikan diizinkan, (kita bicara) di balai adat
Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri (palsafah etnik Lampung)
Kita anut bersama agar tidak selisih
Sedangkan dengan Belanda, (kita) masih bisa berdamai
Mengenai batas marga hingga (batas) gapura rumah
Kami telah menyiapkan uang adat, ini kami serahkan
Memang telah tata cara kebiasaan sejak dahulu
Begitulah maksud kedatangan kami agar kalian maklum
Kami memohon maaf andaikan ada kekhilafan
Terutama, masalah tutur sapa kami kurang menguasai
C. Jawaban jurubicara pihak tuan rumah
Jika demikian, kita tidak bisa selisih
Jika begitu maksud kalian, kami ucapkan terima kasih
Mengenai uang adat dapat kami terima
Itu batas marga tidaklah asing bagi kalian
Memang sudah tata cara sejak zaman para leluhur
D. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Kami permisi memotong pembatas ini (simbol berupa kain putih):
Bertuah kamu keris memotong batas marga hingga gapura rumah
Karena mampu maka kita bisa memberi
Biarlah kita mengalah asalkan tujuan tercapai
* Sumber: A. Effendi Sanusi
2.3 Unsur
Ekstrinsik dalam Puisi Paradinei
- Agama
Dalam puisi daerah lampung Paradinei
ini digambarkan bahwa masyarakat lampung adalah penganut kepercayaan agama
Islam karena dalam acara lamaran tersebut selain membawa pemangku adat, mereka
juga membawa kiayi (alim ulama dalam islam). Terbukti dalam kutipan berikut :
“Jeng lapah tuho mudo dihappak kaban kiayei (Itulah sebabnya kami
datang ke sini disertai para kiayi)
- Tradisi dan nilai-nilai.
Paradinei ini membuktikan bahwa
masyarakat lampung sangat menjunjung adat dan kebudayaan mereka, yaitu tradisi ini
nebak appeng (dialek O) atau nebak appong (dialek A) yang
bermakna 'menutup gapura'. Dalam acara penghadangan itu lah sastra lisan jenis paradinei
digunakan sebagai media penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta
pernikahan secara adat.
selain itu, Upacara nebak appeng/nebak appong 'menutup gapura' ini mencerminkan bahwa masyarakat Lampung dalam bertindak (terutama yang berpengaruh terhadap orang banyak) tidak gegabah. Sebelum bertindak, perlu didengarkan dulu keterangan dari pihak yang bersangkutan.
Hal ini dibuktikan dalam kalimat berikut :
Ucapan juru bicara pihak tuan
rumah : “Tuho atau mudo mustei nutuk aturan Adat perattei 'jak
sako ghadeu pepigho zaman ( Tua atau
muda harus mengikuti aturan. Adat istiadat sejak lama sudah beberapa
zaman)”.
Jawaban pihak tamu : “Ago wat
sai direcako nutuk titei gemattei (Ada yang akan dibicarakan menurut adat istiadat kita)”.
Jawaban pihak tamu : “Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei
Gham pakai jamo-jamo mangi mak selisih atei ingek Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri (palsafah etnik Lampung)” Kita anut bersama agar tidak selisih
Gham pakai jamo-jamo mangi mak selisih atei ingek Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri (palsafah etnik Lampung)” Kita anut bersama agar tidak selisih
Ucapan
juru bicara pihak tuan rumah : “Pasal
dau belanjo sikam kak nerimo. Ino appeng mergo mak metei mubo di io. Sangun kak lakkah caro anjak zaman sai tuho.
(Mengenai
uang adat dapat kami terima Itu batas marga tidaklah asing bagi kalian. Memang sudah tata cara sejak zaman para
leluhur )”.
- Struktur kehidupan sosial.
Masyarakat lampung adalah masyarakat
yang memiliki struktur kehidupan sosial kerajaan. Raja, sesepuh, pemimpin adat
adalah orang-orang yang sangat dihormati di kalangan masyarakat lampung. Untuk
menjadi Raja atau pemimin adatpun tidak mudah. Umumnya yang menjadi Raja adalah
orang kaya dan mampu menafkahi rakyatnya dibuktikan dengan menyyembelih sapi
sampai dengan ratusan ekor. Kemudian
jika ada masyarakatnya yang hendak menikah dengan emnggunkan adat, maka wajib
menghadap Raja untuk bersedia meminangkan calon pasangannya.
Dibuktikan dengan kalimat berikut :
Ucapan juru bicara tuan rumah : “Penano cawono pun tabik ngalimpuro Sikam 'jo keno kayun tian sai tuho rajo (Pertama-tama,
kami memohon maaf Kami mendapat perintah
dari para sesepuh )”
Kalimat tersebut menjelaskan bahwa
juru bicara telah mendapat mandat dari raja untuk memimpin arak-arakan dan
menyampaikan maksut kedatanga kepada keluarga yang hendak dilamar.
Ucapan
juru bicara tuan rumah : “Ijo appeng
mergo tigeh di lawangkurei.
Dijago balo-balo gagah serto banei. Sangun prajurit sako gagah serto sattei.
Huleubalang sai sang kanan: Pengiran Panglimo gagah serto sattei (Ini batas marga hingga gapura rumah. Dijaga hulubalang gagah serta berani. Perajurit terlatih turunan orang sakti. Hulubalang yang di kanan:
Pengiran Panglimo gagah serta sakti )”.
Dijago balo-balo gagah serto banei. Sangun prajurit sako gagah serto sattei.
Huleubalang sai sang kanan: Pengiran Panglimo gagah serto sattei (Ini batas marga hingga gapura rumah. Dijaga hulubalang gagah serta berani. Perajurit terlatih turunan orang sakti. Hulubalang yang di kanan:
Pengiran Panglimo gagah serta sakti )”.
Sajak ini menjelaskan bahwa gapura
kerjaan dijaga oleh hulubang yang gagah juga berani dan prajurit yang terlatih
turunan orang sakti.
Selain itu,
struktur kehidupan sosial masyarakat lampung juga ditentukan dengan adanya
marrga. Dimana setiap marga dipimpin oleh kepala marga. Susunan marga-marga ini
berdasarkan kekerabatan. Jumlah marga lampung pada tahun 1970 mencapai 84
marga. Pada puisi lampung paaradinei ini juga disebut mengenai marga tersebut.
Terbukti dengan kalimat berikut :
Ucapan jurubicara pihak tuan rumah : “Ijo appeng mergo tigeh di lawangkurei ( Ini batas marga hingga gapura rumah)”.
Jawaban juru bicara pihak tamu
: “Ulah pasal appeng mergo
tigeh di lawang kurei (Mengenai batas
marga hingga (batas) gapura rumah “
Jawaban juru bicara pihak tuan rumah
: “Ino appeng mergo mak metei
mubo di io (Itu
batas marga tidaklah asing bagi
kalian)”.
Jawaban jurubicara pihak tamu : “Betuah nikeu punduk netek appeng mergo. lajeu di appeng tiuh (Bertuah kamu keris memotong batas marga hingga gapura rumah”.
- Keyakinan dan pandangan hidup.
Pandangan
hidup masyarakat lampung adalah piil pesenggiri dalam macam-macam elemen budaya
( juluk adek, nengah nyappur, sakay sembayan, nemui nyimah, dll). Piil (dari
bahsa arab fiil) artinya perilaku dan pesenggiri maksudnya bermoral tinggi,
berjiwa besar, tahu diri dan tahu hak dan kewajiban. Piil pesenggiri pada
hakikatnya adalah nilai dasar dan keharusan masyarakat untuk memiliki nurani
yang positif supaya dapat hidup secara logis, etis, dan estetis sehingga dapat
menjaga nama baik pribadi dan marga. Secara
umum, piil pesenggiri berfungsi sebagai pedoman perilaku pribadi dan masyarakat
dalam kehidupan mereka. Dalam paradinei ini juga juru bicara mengingatkan
tentang piil pesenggiri pedoman hidup mereka dibuktikan dalam kalimat berikut :
Jawaban juru bicara pihak tamu : “Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei Gham pakai
jamo-jamo (Ingat
budi bahasa dan Piil Pesenggiri kita
pakai sama-sama)”.
- Suasana politik.
Dalam puisi daerah paradinei ini
tidak terdapat suasana politik demokrasi. Satu-satunya politik dalam paradinei
ini adalah paradinei itu sendiri karena paradinei adalah strategi atau cara
agar dapat masuk kedalam rumah mempelai.
- Lingkungan hidup.
Unsur lingkungan dalam puisi ini
telah dijelaskan diatas yang berkaitan dengan adat istiadat masyarakat lampung
setempat dimana masyarakatnya memiliki pedoman hidup yang disebut piil
pesenggiri.
BAB IV
PENUTUP
kesimpulan
Istilah paradinei dikenal di
lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek
A dikenal dengan istilah paghadini (di lingkungan masyarakat Lampung
dialek A Sebatin dikenal dengan istilah tetangguh). Puisi jenis
ini digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta
pernikahan secara adat.
Paradinei terdiri atas sejumlah bait yang
bersajak. Akan tetapi, jumlah baris pada setiap bait tidak harus sama. Jumlah
baris pada setiap bait paradinei sama dengan jumlah baris suatu paragraf
pada karangan berbentuk prosa (yang tidak harus sama). Perbedaannya, kalimat
dalam paradinei terikat dua-dua (seperti ikatan kalimat dalam pantun),
sedangkan dalam karangan berbentuk prosa tidak demikian.
Adapun
unsur-unsur ekstrinsik dalam paradinei ini yaitu :
- Tradisi dan nilai-nilai.
- Struktur kehidupan sosial.
- Keyakinan dan pandangan hidup.
- Suasana politik.
- Lingkungan hidup.
- Agama, dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Sanusi, A.
Effendi. 1996. Sastra Lisan Lampung Dialek Abung. Bandar Lampung: Gunung
Pesagi.
Sanusi, A.
Effendi et al. 1996. Struktur Puisi Lampung Dialek Abung.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sanusi, A.
Effendi. 1999. Sastra Lisan Lampung. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP
Unila.
Komentar
Posting Komentar