Analisis Unsur Ekstrinsik Sastra(puisi) Daerah Lampung Paradinei



Sastra Lama
 
 


Analisis Unsur Ekstrinsik Sastra(puisi) Daerah  Lampung Paradinei





Disusun Oleh :
Nama : Rizka Permata Sari
NIM : 06021181320002


 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2015
BAB I
   PENDAHULUAN
Latar Belakang
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya.
Dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain, bahasa puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya lebih banyak memiliki kemungkinan makna. Masing-masing kajian sastra tersebut memiliki unsur-unsur pembangun baik itu unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Dalam hal ini, sebuah karya sastra tidak mungkin tumbuh otonom, artinya selalu berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka seperti filsafat, psikologi, religi, gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia
Berdasarkan fungsinya, puisi Lampung dapat dibedakan atas lima jenis:
1.      paradinei/paghadini/tetangguh
2.      pepaccur/pepaccogh/wawancan
3.      pattun/segata/adi-adi
4.      bebandung
5.      ringget/pisaan/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahi-wang


Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam penulisan makalah ini adalah :
  1. apakah yang dimaksud dengan Paradinei?
  2. Bagaimanakah contoh paradinei?
  3. Apa unsur-unsur ekstrinsik dalam sebuah puisi Lampung Paradinei?
  4. Bagaimanakah hubungan unsur ekstrinsik tersebut dalam  puisi Lampung Paradinei?
Tujuan
            Pembuatan makalah ini bertujuan untuk  mengetahui pengertian puisi Lampung Paradinei, unsur-unsur ekstrinsik puisi berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dibahas, dan analisis hubungan ekstrinsik dengan puisi Lampung Paradinei.



BAB II
LANDASAN TEORI
Unsur-unsur Ekstrinsik Puisi
Unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Suatu hal yang wajib jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra. Hal tersebut disebabkan unsur -unsur ekstrinsik itulah yang menyebabkan karya sastra tidak mungkin terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.
  1. Menurut Fananie
Fananie (dikutip Subrata, 2001:77) mengungkapkan bahwa unsur ekstrinsik adalah segala unsur luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Ia merupakan milik subjektif pengarang yang dapatberupa kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang.
Faktor-faktor ekstrinsik itu dapat meliputi:
  1. Tradisi dan nilai-nilai.
  2. Struktur kehidupan sosial.
  3. Keyakinan dan pandangan hidup.
  4. Suasana politik.
  5. Lingkungan hidup.
  6. Agama, dan sebagainya.
Menurut Nyoman Thusthi Eddy
Nyoman Thusthi Eddy (1991: 69) menyatakan faktor-faktor seperti:
  1. sejarah,
  2. sosiologi,
  3. psikologi,
  4. politik, ekonomi, dan _lain-lain.
  1. Menurut Wellek & Warren
Sejalan dengan dua pendapat di atas, Wellek & Warren (dalam Waluyo, 1994:64) menyatakan:
  1. biografi pengarang,
  2. psikologi (proses kreatif),
  3. sosiologis  (kemasyarakatan)sosial budaya masyarakat, seperti:
  1. Aspek-aspek seperti profesi/ institusi, problem hubungan sosial, adat-istiadat, dan antarhubungan masyarakat.
  2. Hubungan historis.
  3. Hubungan sastra dengan faktor sosial, yakni menganggap sastra sebagai dokumen sosial.
  4. Filosofis (aliran filsafat pengarang) termasuk pada struktur ekstrinsik karya sastra.
Menurut Aminuddin
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, di bawah ini terdapat penjelasan dari Aminuddin (2000:184) mengenai unsur ekstrinsik yang mencakup keseluruhan dari pendapat di atas, yaitu:
  1. Peristiwa Kesejarahan
Dalam mengapresiasikan sebuah puisi, peristiwa kesejarahan membahas mengenai:
  1. Peristiwa yang melatarbelakangi terwujudnya karya sastra puisi dapat mengambil gagasan atau pokok pikiran tentang masalah kehidupan suatu negara, suatu bangsa, dan masalah politik pada suatu masa tertentu.
  2. Memahami perkembangan karya sastra suatu zaman.
  3. Kehidupan Pengarang
Pembicaraan mengenai biografi pengarang sebenarnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan apresiasi terhadap karya sastra. Selain itu, pengenalan terhadap pengarang berperan dalam memperlancar upaya pemahaman gagasan yang terdapat dalam puisi yang diciptakannya.
  1. Aliran yang Dianuti
Masing-masing zaman kelahiran puisi akan mempengaruhi penciptaan puisi. misalnya, puisi-puisi dari sastrawan Angkatan Pujangga Baru umumnya dikenal impresionalistis karena puisi yang diciptakan merupakan cermin atau potret dari objek penciptaan. Selain itu, Angkatan Pujangga Baru juga dikenal bersifat romantik. Mereka lebih mengutamakan kedalaman rasa.
  1. Konvensi yang Melatari
Pandangan dari sastrawan-sastrawan bahwa puisi harus mampu berkomunikasi dengan pembacanya. Puisi tidak hanya dapat dinikmati oleh penyairnya saja, tetapi juga oleh penikmat sastra yang membacanya. Pandangan tersebut berpengaruh dalam kreasi yang melatarbelakangi penciptaan sebuah puisi.



BAB III
PEMBAHASAN

2.1 pengertian Paradinei
            Istilah paradinei dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah paghadini (di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan istilah tetangguh). Puisi jenis ini digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.

            Pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat, sebelum rombongan tamu (yang terdiri atas arak-arakan) menginjakkan kaki di kediaman tuan rumah, mereka dihadang oleh pihak tuan rumah (yang terdiri atas arak-arakan pula). Acara penghadangan itu dikenal dengan istilah nebak appeng (dialek O) atau nebak appong (dialek A) yang bermakna 'menutup gapura'. Dalam acara penghadangan itu digunakanlah sastra lisan jenis paradinei sebagai media untuk berkomunikasi.

            Paradinei terdiri atas sejumlah bait yang bersajak. Akan tetapi, jumlah baris pada setiap bait tidak harus sama. Jumlah baris pada setiap bait paradinei sama dengan jumlah baris suatu paragraf pada karangan berbentuk prosa (yang tidak harus sama). Perbedaannya, kalimat dalam paradinei terikat dua-dua (seperti ikatan kalimat dalam pantun), sedangkan dalam karangan berbentuk prosa tidak demikian.

Paradinei diucapkan oleh jurubicara masing-masing pihak, baik pihak tamu maupun pihak tuan rumah. Di kiri kanan jurubicara terdapat dua orang laki-laki berpakaian adat yang dikenal dengan istilah huleubalang 'hulubalang'. Secara umum, isi paradinei berupa tanya jawab tentang maksud dan tujuan kedatangan (tamu).
           
Upacara nebak appeng/nebak appong 'menutup gapura' ini mencerminkan bahwa masyarakat Lampung dalam bertindak (terutama yang berpengaruh terhadap orang banyak) tidak gegabah. Sebelum bertindak, perlu didengarkan dulu keterangan dari pihak yang bersangkutan.

Paradinei berfungsi sebagai media:
1.      tanya jawab pada saat berlangsungnya upacara penyambutan tamu secara adat
2.      untuk melestarikan bahasa dan sastra Lampung
3.      untuk mendidik masyarakat Lampung agar menghargai sastra daerah


2.2 PARADINEI

(dalam bahasa Lampung dialek O)

A. Ucapan jurubicara pihak tuan rumah
Penano cawono pun tabik ngalimpuro
Sikam 'jo keno kayun tian sai tuho rajo
Ki cawo salah susun maklum kurang biaso

Sikam nuppang betanyo jamo metei sangoiringan
Metei jo anjak kedo nyo maksud dan tujuan
Mak dapek lajeu di jo ki mak jelas lapahan

Sapo sai liyeu di jo mak dapek sembarangan
Tuho atau mudo mustei nutuk aturan
Adat perattei 'jak sako ghadeu pepigho zaman

Ijo appeng mergo tigeh di lawangkurei
Dijago balo-balo gagah serto banei
Sangun prajurit sako gagah serto sattei

Huleubalang sai sang kanan:
Pengiran Panglimo gagah serto sattei
Ngunut lawan mak masso di seluruh penjureu bumei
Lamun mak wawai caro nulei metei mak balik lagei

Huleubalang sai sang kirei:
Dalem Priyayei juragan balak nasseu
Temen mak dikan besei, anying di sebai io talleu
Banei lamun debingei dawah io kimbang tileu

Appeng epak limo tako bedameino mak tunai
Tetek pai appeng ijo appai gham beselesai
Penano pai pun bunyei tangguh sikam
tehadep metei ghuppek sangoiringan


B. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, pun, ya jugo pun, Puskam ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Nambek Puskam pun ...

Penano cawono pun
Sikam sangoiringan anjak anek Labuhanratu
Lapah bidang penyimbang lajeu di bidang sukeu
Lapahan rajo-rajo, meghanai, sebai, mulei
Ago wat sai direcako nutuk titei gemattei
Jeng lapah tuho mudo dihappak kaban kiayei

Temunjang anjak sessat berakkat sanak tuho
Ago hippun mufakat tehadep puaghei di jo
Ki dapek di lem sessat mangi tijjang recako

Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei
Gham pakai jamo-jamo mangi mak selisih atei
Akik jamo Belando lagei dapek bedamei

Ulah pasal appeng mergo tigeh di lawang kurei
Sikam kak sedio uno jahkidah sambuk metei
Sangun kak lakkah caro perattei anjak ghebei

Penanolah sehajo mangi metei ghuppek pandai
Mahap pun ngalimpuro katteu ngemik sai lalai
Sai tatteuno bahaso sikam jo kurang pandai

C. Jawaban jurubicara pihak tuan rumah
Lamun penanokidah gham mak dapek selisih
Ki penano kisah sikam ngucapken terimo kasih

Pasal dau belanjo sikam kak nerimo
Ino appeng mergo mak metei mubo di io
Sangun kak lakkah caro anjak zaman sai tuho

D. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya pun, ya jugo pun Puskam ....
Sikam permisei netek appeng ijo:
Betuah nikeu punduk netek appeng mergo
lajeu di appeng tiuh
Benahan setakko ngejuk, asal meso ghanglayo,
gham memalah mangi mak rusuh


Terjemahan

PARADINEI

A. Ucapan jurubicara pihak tuan rumah
Pertama-tama, kami memohon maaf
Kami mendapat perintah dari para sesepuh
Jika ada kata yang salah mohon dimaklumi

Kami numpang bertanya pada kalian serombongan
Kalian dari mana, apakah maksud dan tujuan
Tidak boleh lewat di sini jika tidak jelas tujuannya

Siapa pun yang lewat di sini tidak bisa sembarangan
Tua atau muda musti mengikuti aturan
Adat-istiadat sejak dahulu, telah beberapa zaman

Ini batas marga hingga gapura rumah
Dijaga hulubalang gagah serta berani
Perajurit terlatih turunan orang sakti

Hulubalang yang di kanan:
Pengiran Panglimo gagah serta sakti
Mencari lawan tidak dapat di seluruh penjuru bumi
Jika bermaksud tidak baik pasti kalian binasa

Hulubalang yang di kiri:
Dalem Priyayi juragan besar napsu
Ia orang kebal, tetapi pada perempuan ia takluk
Berani kalau malam (jika) siang ia pura-pura tuli

Pagar berlapis-lapis untuk berdamai tidaklah mudah
Potonglah dulu pembatas ini baru kita musyawarah
Hingga ini dulu kata sambutan kami
Terhadap kalian serombongan

B. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Gemuttur basso sako
Gajah delem epak sumbai
Io meno tanjak migo
Mak nibai bidang buai
Berhadapan dengan Anda ....

Kami serombongan dari kampung Labuhanratu
Terdiri dari para pimpinan klan dan warga adat
Para bapak, ibu, bujang, dan gadis
Ada yang akan dibicarakan menurut adat istiadat kita
Itulah sebabnya kami datang ke sini disertai para kiayi

Berangkat dari balai adat, berangkat tua muda
Ada yang akan dimusyawarahkan dengan kerabat di sini
Andaikan diizinkan, (kita bicara) di balai adat

Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri (palsafah etnik Lampung)
Kita anut bersama agar tidak selisih
Sedangkan dengan Belanda, (kita) masih bisa berdamai

Mengenai batas marga hingga (batas) gapura rumah
Kami telah menyiapkan uang adat, ini kami serahkan
Memang telah tata cara kebiasaan sejak dahulu

Begitulah maksud kedatangan kami agar kalian maklum
Kami memohon maaf andaikan ada kekhilafan
Terutama, masalah tutur sapa kami kurang menguasai

C. Jawaban jurubicara pihak tuan rumah
Jika demikian, kita tidak bisa selisih
Jika begitu maksud kalian, kami ucapkan terima kasih
Mengenai uang adat dapat kami terima
Itu batas marga tidaklah asing bagi kalian
Memang sudah tata cara sejak zaman para leluhur

D. Jawaban jurubicara pihak tamu
Ya, Anda ....
Kami permisi memotong pembatas ini (simbol berupa kain putih):
Bertuah kamu keris memotong batas marga hingga gapura rumah
Karena mampu maka kita bisa memberi
Biarlah kita mengalah asalkan tujuan tercapai

* Sumber: A. Effendi Sanusi

2.3 Unsur Ekstrinsik dalam Puisi Paradinei
  1. Agama
            Dalam puisi daerah lampung Paradinei ini digambarkan bahwa masyarakat lampung adalah penganut kepercayaan agama Islam karena dalam acara lamaran tersebut selain membawa pemangku adat, mereka juga membawa kiayi (alim ulama dalam islam). Terbukti dalam kutipan berikut :
Jeng lapah tuho mudo dihappak kaban kiayei (Itulah sebabnya kami datang ke sini disertai para kiayi)

  1. Tradisi dan nilai-nilai.
            Paradinei ini membuktikan bahwa masyarakat lampung sangat menjunjung adat dan kebudayaan mereka, yaitu tradisi ini nebak appeng (dialek O) atau nebak appong (dialek A) yang bermakna 'menutup gapura'. Dalam acara penghadangan itu lah sastra lisan jenis paradinei digunakan sebagai media penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.

            selain itu, Upacara nebak appeng/nebak appong 'menutup gapura' ini mencerminkan bahwa masyarakat Lampung dalam bertindak (terutama yang berpengaruh terhadap orang banyak) tidak gegabah. Sebelum bertindak, perlu didengarkan dulu keterangan dari pihak yang bersangkutan.

Hal ini dibuktikan dalam kalimat berikut :
Ucapan juru bicara pihak tuan rumah : Tuho atau mudo mustei nutuk aturan Adat perattei 'jak sako ghadeu pepigho zaman ( Tua atau muda harus mengikuti aturan. Adat istiadat sejak lama sudah beberapa zaman)”.

Jawaban pihak tamu : “Ago wat sai direcako nutuk titei gemattei (Ada yang akan dibicarakan menurut adat istiadat kita)”.

Jawaban pihak tamu : “Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei
Gham pakai jamo-jamo mangi mak selisih atei
ingek  Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri (palsafah etnik Lampung)” Kita anut bersama agar tidak selisih

            Ucapan juru bicara pihak tuan rumah :  Pasal dau belanjo sikam kak nerimo. Ino appeng mergo mak metei mubo di io. Sangun kak lakkah caro anjak zaman sai tuho. (Mengenai uang adat dapat kami terima Itu batas marga tidaklah asing bagi kalian. Memang sudah tata cara sejak zaman para leluhur )”.



  1. Struktur kehidupan sosial.
            Masyarakat lampung adalah masyarakat yang memiliki struktur kehidupan sosial kerajaan. Raja, sesepuh, pemimpin adat adalah orang-orang yang sangat dihormati di kalangan masyarakat lampung. Untuk menjadi Raja atau pemimin adatpun tidak mudah. Umumnya yang menjadi Raja adalah orang kaya dan mampu menafkahi rakyatnya dibuktikan dengan menyyembelih sapi sampai dengan ratusan  ekor. Kemudian jika ada masyarakatnya yang hendak menikah dengan emnggunkan adat, maka wajib menghadap Raja untuk bersedia meminangkan calon pasangannya.
Dibuktikan dengan kalimat berikut :
Ucapan juru bicara tuan rumah :  Penano cawono pun tabik ngalimpuro Sikam 'jo keno kayun tian sai tuho rajo (Pertama-tama, kami memohon maaf Kami mendapat perintah dari para sesepuh )”
            Kalimat tersebut menjelaskan bahwa juru bicara telah mendapat mandat dari raja untuk memimpin arak-arakan dan menyampaikan maksut kedatanga kepada keluarga yang hendak dilamar.
            Ucapan juru bicara tuan rumah :  Ijo appeng mergo tigeh di lawangkurei.
Dijago balo-balo gagah serto banei. Sangun prajurit sako gagah serto sattei.
Huleubalang sai sang kanan: Pengiran Panglimo gagah serto sattei (
Ini batas marga hingga gapura rumah. Dijaga hulubalang gagah serta berani. Perajurit terlatih turunan orang sakti. Hulubalang yang di kanan:
Pengiran Panglimo gagah serta sakti
 )”.

            Sajak ini menjelaskan bahwa gapura kerjaan dijaga oleh hulubang yang gagah juga berani dan prajurit yang terlatih turunan orang sakti.
            Selain itu, struktur kehidupan sosial masyarakat lampung juga ditentukan dengan adanya marrga. Dimana setiap marga dipimpin oleh kepala marga. Susunan marga-marga ini berdasarkan kekerabatan. Jumlah marga lampung pada tahun 1970 mencapai 84 marga. Pada puisi lampung paaradinei ini juga disebut mengenai marga tersebut. Terbukti dengan kalimat berikut :
Ucapan jurubicara pihak tuan rumah : “Ijo appeng mergo tigeh di lawangkurei ( Ini batas marga hingga gapura rumah)”.
Jawaban juru bicara pihak tamu  : “Ulah pasal appeng mergo tigeh di lawang kurei (Mengenai batas marga hingga (batas) gapura rumah “
Jawaban juru bicara pihak tuan rumah  : “Ino appeng mergo mak metei mubo di io (Itu batas marga tidaklah asing bagi kalian)”.
Jawaban jurubicara pihak tamu : “Betuah nikeu punduk netek appeng mergo. lajeu di appeng tiuh (Bertuah kamu keris memotong batas marga hingga gapura rumah”.
  1. Keyakinan dan pandangan hidup.
            Pandangan hidup masyarakat lampung adalah piil pesenggiri dalam macam-macam elemen budaya ( juluk adek, nengah nyappur, sakay sembayan, nemui nyimah, dll). Piil (dari bahsa arab fiil) artinya perilaku dan pesenggiri maksudnya bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri dan tahu hak dan kewajiban. Piil pesenggiri pada hakikatnya adalah nilai dasar dan keharusan masyarakat untuk memiliki nurani yang positif supaya dapat hidup secara logis, etis, dan estetis sehingga dapat menjaga nama baik pribadi dan marga.  Secara umum, piil pesenggiri berfungsi sebagai pedoman perilaku pribadi dan masyarakat dalam kehidupan mereka. Dalam paradinei ini juga juru bicara mengingatkan tentang piil pesenggiri pedoman hidup mereka dibuktikan dalam kalimat berikut :
             Jawaban juru bicara pihak tamu : “Ingek budei bahaso, piil serto pesenggirei Gham pakai jamo-jamo (Ingat budi bahasa dan Piil Pesenggiri kita pakai sama-sama)”.

  1. Suasana politik.
            Dalam puisi daerah paradinei ini tidak terdapat suasana politik demokrasi. Satu-satunya politik dalam paradinei ini adalah paradinei itu sendiri karena paradinei adalah strategi atau cara agar dapat masuk kedalam rumah mempelai.
  1. Lingkungan hidup.
Unsur lingkungan dalam puisi ini telah dijelaskan diatas yang berkaitan dengan adat istiadat masyarakat lampung setempat dimana masyarakatnya memiliki pedoman hidup yang disebut piil pesenggiri.




BAB IV
PENUTUP

kesimpulan

            Istilah paradinei dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O. Di lingkungan masyarakat Lampung dialek A dikenal dengan istilah paghadini (di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin dikenal dengan istilah tetangguh). Puisi jenis ini digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat.
            Paradinei terdiri atas sejumlah bait yang bersajak. Akan tetapi, jumlah baris pada setiap bait tidak harus sama. Jumlah baris pada setiap bait paradinei sama dengan jumlah baris suatu paragraf pada karangan berbentuk prosa (yang tidak harus sama). Perbedaannya, kalimat dalam paradinei terikat dua-dua (seperti ikatan kalimat dalam pantun), sedangkan dalam karangan berbentuk prosa tidak demikian.
            Adapun unsur-unsur ekstrinsik dalam paradinei ini yaitu :
  1. Tradisi dan nilai-nilai.
  2. Struktur kehidupan sosial.
  3. Keyakinan dan pandangan hidup.
  4. Suasana politik.
  5. Lingkungan hidup.
  6. Agama, dan sebagainya.


Daftar Pustaka
                       

Sanusi, A. Effendi. 1996. Sastra Lisan Lampung Dialek Abung. Bandar Lampung: Gunung Pesagi.
Sanusi, A. Effendi et al. 1996. Struktur Puisi Lampung Dialek Abung. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sanusi, A. Effendi. 1999. Sastra Lisan Lampung. Bandar Lampung: Buku Ajar FKIP Unila.

Komentar