|
|
Disusun
oleh :
Rizka permata sari
(06021181320002)
Daerah
Artikulasi
Arus
udara yang mengalir di rongga faring dan rongga mulut mendapatkan gangguan
terutama oleh pergerakan lidah dan bibir. Modulasi arus udara ini dibedakan menjadi bunyi halus dan bunyi keras . Dalam arti sempit fase ini disebut sebagai
artikulasi. Sedangkan artikulasi dalam makna yang lebih luas adalah keseluruhan
pembentukan bunyi termasuk kedua fase sebelumnya (Meibauer, 2006:72).
Beberapa
ahli memberikan keterangan yang berbeda-beda tentang pembagian alat ucap
manusia. Namun demikian secara garis besar dapat disimpulkan bahwa alat ucap
tersebut terbagi menjadi dua, yaitu bagian atas mulut dan bagian bawah. Bagian
atas mulut umumnya tidak bergerak, sedangkan bagian bawah mulut bisa
digerakkan.
Alat-alat ucap manusia yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi bahasa (fon) dibedakan menjadi tiga bagian yakni (1) artikulator; (2) titik artikulasi; dan (3) alat-alat lain yang mendukung proses terjadinya bunyi bahasa.
1) Artikulator
Artikulator ialah alat-alat bicara manusia yang dapat bergerak secara leluasa dan dapat menyentuh bagian-bagian alat ucap yang lain (titik artikulasi) serta dapat membentuk bermacam-macam posisi. Alat bicara semacam ini terletak di bagian bawah atau rahang bawah.
Alat-alat ucap yang termasuk artikulator antara lain:
a) bibir bawah (labium);
b) gigi bawah (dentum);
c) ujung lidah (apeks);
d) depan lidah (front of the tongue);
e) tengah lidah (lamino);
f) belakang lidah (dorsum); dan
g) akar lidah.
2) Titik Artikulasi
Titik artikulasi ialah alat-alat bicara manusia yang menjadi pusat sentuhan dan bersifat statis. Alat-alat ini terdapat di bagian atas atau rahang atas. Alat-alat ucap yang termasuk pada bagian ini antara lain:
a) bibir atas (labium);
b) gigi atas (dentum);
c) lengkung kaki gigi atas (alveolum);
d) langut-langit keras (palatum);
e) langit-langit lunak (velum); dan
f) anak tekak (uvula).
3) Alat-alat Lain
Alat-alat lain yang dimaksudkan ialah alat bicara selain artikulator dan titik artikulasi yang dapat menunjang proses terjadinya bunyi bahasa. Yang termasuk alat-alat lain antara lain:
a) hidung (nose);
b) rongga hidung (nasal cavity);
c) rongga mulut (oral cavvity);
d) pangkal kerongkongan (faring);
e) katup jakun (epiglotis);
f) pita suara;
g) pangkal tenggorokan (laring);
h) batang tenggorokan (trachea);
i) paru-paru;
j) sekat rongga dada (diafragma);
k) saraf diafragma;
l) selaput rongga dada (pleural cavity); dan
m) bronchus.
Alat-alat lain yang dimaksudkan ialah alat bicara selain artikulator dan titik artikulasi yang dapat menunjang proses terjadinya bunyi bahasa. Yang termasuk alat-alat lain antara lain:
a) hidung (nose);
b) rongga hidung (nasal cavity);
c) rongga mulut (oral cavvity);
d) pangkal kerongkongan (faring);
e) katup jakun (epiglotis);
f) pita suara;
g) pangkal tenggorokan (laring);
h) batang tenggorokan (trachea);
i) paru-paru;
j) sekat rongga dada (diafragma);
k) saraf diafragma;
l) selaput rongga dada (pleural cavity); dan
m) bronchus.
Titik
artikulasi adalah tempat dimana artikulator itu berada, berdekatan, atau berlekatan.
Berdasarkan titik artikulasinya, bunyi dibedakan menjadi beberapa jenis. Jenis-
jenis tersebut adalah:
1) Bunyi bilabial dihasilkan bila bibir atas
dan bibir bawah berlekatan. Pada bahasa Indonesia dan bahasa Jerman yang termasuk dalam bunyi
ini adalah bunyi [p], [b], dan [m]. Meskipun demikian ketiga bunyi ini melewati
saluran udara yang berbeda. Bunyi [p] dan [b] melewati mulut, sehingga disebut
bunyi oral. Sedangkan [m] melalui hidung dan disebut bunyi nasal.
2) Bunyi labiodental dihasilkan apabila
bibir bawah bersentuhan dengan ujung gigi atas. Dalam bahasa Indonesia yang
termasuk dalam bunyi ini adalah bunyi [f]. Sementara dalam bahasa Jerman selain
bunyi [f] termasuk juga bunyi [v].
3) Bunyi alveolar dibentuk dengan ujung lidah
atau daun lidah menyentuh atau mendekati gusi. [t], [d], [l], [n], [s], dan [z]
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman sama-sama terbentuk dengan cara
tersebut.
4) Bunyi dental yang dibentuk dengan ujung
lidah menyentuh atau mendekati gigi atas. Sebagian penutur bahasa Indonesia
mengenal bunyi [t] dan [d] jenis ini, sedangkan dalam bahasa Jerman yang
tergolong dalam bunyi ini adalah [ṯ] dan [ḏ].
5) Bunyi palatal merupakan bunyi yang
dihasilkan saat depan lidah menyentuh atau mendekati langit-langit keras,
contoh dalam bahasa Indonesia adalah bunyi [c], [j], dan [y]. Hal ini sedikit
berbeda dengan bahasa Jerman, yaitu pada bunyi [ç] dan [j] saja.
6) Bunyi velar dibuat dengan menempelkan
bagian belakang lidah ke arah langit-langit lunak (velum). Bunyi yang
dihasilkan dalam kedua bahasa sama, yaitu [k], [g], dan [ŋ].
7) Bunyi glotal terjadi karena pita suara
dirapatkan sehingga arus udara dari paru-paru tertahan. Bunyi ini huga sering
disebut sebagai bunyi hamzah dan dilambangkan [?]. [h] juga termasuk dalam
bunyi ini.
A. Berdasarkan
daerah artikulasinya (striktur)
a. Konsonan bilabial, yaitu konsonan
yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah bibir yang bersama-sama
bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi : [p], [b], [m] dan
[w].
b. Konsonan labiodental, yaitu
konsonan yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik
artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulator : [f] dan [v].
c.
Konsonan apiko-dental, yaitu konsonan yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai
artikulator dan daerah antar gigi (dents) sebagai titik artikulasi : [t], [d]
dan [n].
d.
Konsonan apiko-alveolar, yaitu konsonan yang dihasilkan oleh ujung lidah
sebagai arikulator dan lengkung kaki gaga (alveolum) sebagai titik artikulasi :
[s], [z[, [r] dan [l].
e.
Konsonan paltal (lamino-palatal), yaitu konsonan yang dihasilkan oleh bagian
tengah lidah (lamina) sebagai artikulator dan langit-langit keras (plantum)
sebagai titik artikulasi : [c], [j], [S], [n] dan [y].
f.
Konsonan velar (dorso-velar), yaiti konsonan yang dihasilkan oleh belakang
lidah (dorsum) sebagai artikulator dan langit-langit lembut sebagai titik
artikulasi : [k], [g], [x] dan [h].
g.
Konsonan glotal atau hamzah, yaitu konsonan yang dibentuk oleh posisi pita
suara sama sekali merapat sehingga menutup glotis : [?]
h.
Konsonan laringal, yaitu konsonan yang dibentuk dengan pita suara terbuka lebar
sehingga udara keluar dan digesekan melalui glotis : [h].
Proses pengaruh bunyi
yang disebabkan oleh artikulasi ini dibedakan menjadi :
a. Labialisasi, yaitu
pembulatan bibir pada artikulasi primer sehingga terdengar binyi semi-vokal [w]
pada bunyi utama tersebut. Misalnya, bunyi [t] pada katatujuan terdengar
sebagai bunyi [tw].
b. Retrofleksi, yaitu
penarikan ujung lidah ke belakang pada artikulasi primer, sehingga terdengar
bunyi [r] pada bunyi utama. Misalnya, [kr] dari bunyi [k] pada kata kardus.
c. Palatalisasi, yaitu
pengangkatan daun lidah ke arah langhit-langit keras pada artikulasi primer.
Misalny bunyi [p] pada kata piara terdengarsebagai [py].
d. Velarisasi, yaitu
pengangkatan pangkal lidah ke arah langit-langit lunak pada artikulasi primer.
Misalnya, bunyi [m] pada kata mahluk terdengar sebagai [mx].
e. Glotalisasi, yaitu
proses penyerta hambatan pada glottis atau glottis tertutup rapat sewaktu
artikulasi primer diucapkan. Vokal dalam bahasa Indonesia sering diglotalisasi.
Misalnya, bunyi [o] pada kata obat terdengar sebagai [?o].
KOARTIKULASI
Koartikulasi
adalah gejala saling mempengaruhi antar satu bunyi dengan bunyi lain. Dalam
gejala ini, ditinjau dari tempat artikulasi mana yang mempengaruhi. Koartikulasi
ini terjadi karena sewaktu artikulasi primer memproduksi bunyi pertama
berlangsung, alat-alat ucap sudah mengambil ancang-ancang untuk membuat atau
memproduksi bunyi berikutnya. Akibatnya bunyi pertama yang dihasilkan sedikit
berubah mengikuti ciri-ciri kedua yang akan dihasilkan. Nama lain dari
koartikulasi yaitu artikulasi penyerta atau artikulasi sekunder. Peranan artikulator sangat penting untuk
bekerja menghasilkan bunyi tertentu (artikulator primer) dan artikulator yang
menghasilkan bunyi lain (artikulator sekunder).
Terdapat
beberapa gejala koartikulasi yaitu:
1. Labilisasi
Labialisasi
adalah proses pelabialan. Proses koartikulasi dimana posisi bibir membulat
sehingga pada bunyi utama terdengar bunyi labial [w]. Sebagai contoh yaitu pada
kata tuan terdengar bunyi [w]. Contoh
lainnya pada kata uang, buang, ruang, juang, dan kualitas. Selain itu,
labialisasi juga muncul di antara vokal /u/ dan/e/. atau /u/ dan /i/ seperti
pada kata frekuensi dan kuitansi. Pada waktu kita lafalkan kata-kata itu,
terasa sekali, bahwa di antara vokal-vokat tersebut timbul fonem labial /w/,
misalnya uang kita lafalkan /uwang/,
2. Retrofleksi
Proses
koartikulasi ini terjadi dengan posisi penarikan ujung lidah kebelakang
sehingga terdengar bunyi [r] pada
artikulasi primer. Selain bunyi apikal, bunyi lain dapat diretrofleksikan.
Misalnya bunyi [k] pada bunyi dorsoplatal, tetapi bunyi [k] pada <kertas>
dilafalkan sebagai bunyi [kr] karena bunyi [k] itu diretrofleksikan terlebih
dahulu. Jadi kata <kertas> dilafalkan menjadi [kretas]
3. Palatalisasi
Palatalisasi
adalah proses pengangkatan daun lidah kearah langit-langit keras (palatum)
sewaktu artikulator primer berlangsung. Selain bunyi palatal, bunyi lain dapat
di palatalisasikan. Misalnya adalah bunyi [p] adalah bunyi alpikoalveolar tak
bersuara, tetapi pada kata <piatu>, bunyi [p] dipalatalisasikan sehingga
terdengar sebagai bunyi [py]. maka kata <piatu> dilafalkan menjadi <pyatu>
4. Velarisasi
Proses
koartikulasi ini terjadi ketika pangkal lidah (dorsum) naik kearah
langit-langit lunak (velum) pada artikulasi primer. Selain bunyi velar, bunyi
lain dapat di velarisasikan. Misalnya bunyi [m] pada kata <makhluk>
direalisasikan menjadi [mx]. oleh karena itu, kata <makhluk> dilafalkan
<maxkluk>.
5. Glotalisasi
Glotalisasi
adalah proses penyertaan bunyi hambat pada glotis (pada saat glotis tertutup
rapat) sewaktu artikulasi primer berlangsung. Misalnya bunyi [a] dan [o] pada
kata <saat>, <taat> dan <obat> dilafalkan menjadi
<sa?at>, <ta?at> dan <o?bat>.
6. Nasalisasi
Gejala
ini timbul dalam bentuk pranasalisasi yang terdapat dalam beberapa bunyi bahasa
jawa yang terjadi pada kontoid hambat bersuara [b,d,g]. Misalnya pada kata
[mBogor].
Komentar
Posting Komentar